Senin, 20 Juni 2011

Susah Air Dipengungsian


Mandi Pakai Air Parit
TENDA DARURAT: Warga Pahaejae beraktivitas 


PAHAE-Gempa dengan skala kecil masih sering terjadi. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Sumut mencatat, gempa susulan pada Rabu (15/6) sudah mencapai 16 kali.
Meski kekuatannya tidak sama dengan gempa sebelumnya, warga khawatir akan terjadi gempa susulan yang lebih dahsyat. Warga yang rumahnya rusak belum berani memperbaiki rumah, apalagi bermalam di rumah. Sebagian besar dari mereka bertahan di tenda-tenda darurat yang mereka dirikan di depan rumah masing-masing. Sementara pihak pemerintah daerah melakukan pendataan penduduk dan kerusakan dan mendirikan posko untuk korban gempa.
Di sejumlah pemukiman penduduk di Kecamatan Pahaejae, Kabupaten Tapanuli Utara, kegiatan sehari-hari dilakukan di tenda-tenda darurat. Berman Aritonang (46), warga Sarulla, Pahaejae, membawa keluarganya bermalam di tenda yang dia dirikan di halaman rumah, bersama tiga kepala keluarga lainnya.
Mereka senang tidur berdesak-desakan, untuk menghindari dinginnya cuaca malam hari.
“Kami terpaksa tidur seperti ini. Kalau di rumah, takutnya rubuh dan menimpa kami semua,” ujar Berman kepada METRO TAPANULI (grup Sumut Pos), Rabu (15/6) saat ditemui di tenda darurat.
Saat melakukan wawancara, gempa kecil terjadi sekitar pukul 11.15 WIB. Gempa-gempa susulan seperti itu masih kerap terjadi.
Layaknya seperti rumah, tenda juga sekaligus berfungsi sebagai dapur dan tempat melakukan aktivitas sehari-hari. Mereka tidak lagi masuk ke dalam rumah, sebab khawatir terjadi sesuatu yang menimpa diri mereka.
Berman berharap kunjungan pejabat pemerintah daerah tidak terpusat pada satu titik saja. “Kerusakan akibat gempa merata dialami warga Pahae Jae. Kami ingin para pejabat ini mengunjungi kami dan mendengar langsung apa keluhan kami. Jangan lah tinjauan ke lokasi gempa hanya di Dusun Gultom saja,” ujarnya.
Warga Desa Sarulla juga kekurangan air. Mereka sengaja berjalan berkilo-kilo meter untuk memperoleh air bersih untuk masak dan minum. Untuk keperluan mandi, cuci dan ke toilet (MCK), warga memanfaatkan air parit.


Di Desa Nahornop menjadi wilayah terparah mengalami dampak gempa. Ratusan korban saat ini kondisinya memprihatinkan. Selain kekurangan bahan makanan, korban gempa juga kesulitan air bersih. Sumber air bersih di bak-bak umum maupun air yang langsung ke rumah-rumah warga mati total akibat terputusnya jaringan pipa air.
Bantuan air mineral yang diberikan sore hari, harus diperoleh dengan mengantre. Puluhan anak dan orang tua sambil membawa wadah tempat air seperti ember, menanti jatah bantuan yang dialirkan dari satu unit mobil tangki air bersih yang didatangkan dari Tarutung.
Warga juga kekurangan selimut, apalagi saat tinggal di tenda-tenda di wilayah dingin dan cuaca ekstrim dengan ketinggian antara 1200 hingga 1300 meter bahkan lebih, di atas permukaan laut (dpl)

Gempa Tektonik Tapanuli siswa ujin di tenda

 

Salah satu sekolah yang menggelar ujian adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Huria Kristen Indonesia (HKI) di Sarulla, Kecamatan Pahae Jae. Di sekolah ini, ada 204 siswa mengikuti ujian. Karena gedung sekolah mereka tidak bisa lagi digunakan dengan alasan keamanan, 204 siswa terpaksa ujian di tenda-tenda darurat, Kamis (16/6). Mereka tersebar di beberapa tenda yang berada di sekitar kompleks sekolah yang rusak parah akibat diguncang gempa.

Akibat gempa tektonik berkekuatan 5,5 Scala Richter (SR) yang terjadi di Tapanuli Utara (Taput) dan Tapanuli Selatan (Tapsel), Selasa (14/6) lalu telah merusak setidaknya 15 sekolah. Padahal, dalam minggu ini sejumlah siswa sedang melaksanakan ujian semestar.


Seorang guru SMK HKI, Saroha Nababan, mengatakan pihak sekolah tidak menemukan lokasi ujian meski telah berupaya mencari pengganti ruang kelas. Akhirnya pihak sekolah menyediakan tenda darurat sebagai alternatif ruang ujian. “Siswa terpaksa ujian di tenda darurat karena ruang kelas yang digunakan tempat belajar selama ini sebagian roboh. Ruang yang tersisa tidak cukup menampung jumlah siswa yang ujian semester,” kata Nababan.

Nanyang Tidak Patuh Pada Pemko Medan


 Rahudman Harahap Walikota Medan

Medan (Pearaja Online)
Menurut warga yang tinggal di sekitar sekolah Nanyang  Pemilik Nanyang International School terkesan menyepelekan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan  TRTB) dan Komisi D DPRD Kota Medan ,sebab sejak Sabtu (18/6) hingga Minggu (19/6) siang, ada beberapa pekerja bangunan yang melakukan aktivitas dengan memasangi kayu dan papan di tiang coran, tepatnya di lantai II dan III.

                              

                                    
                         Ketua Komisi D DPRD Medan  Parlaungan Simangungsong

Dikatakannya,warga di sekitar sekolah Nanyang  tindakan tim terpadu Dinas TRTB Pemko Medan setengah hati. Karena tidak maksimal dalam penghancuran bangunan sekolah itu. “Anak TK pun bisa kalau seperti itu. Kenapa mereka hanya memakai martil kecil, sedangkan yang mau dihancurkan sangat tebal dan keras. Kemudian, kenapa mesin gerendanya mereka simpan di dalam mobil dan tidak dikeluarkan?”

Bangunan Nanyang School

Menurut ketua komisi D DPRD Medan Parlaungan Simangungsong , apa yang telah dilakukan pihak Nanyang dan kontraktor yang mengerjakan pembangunan gedung tersebut telah melecehkan DPRD Kota Medan dan Pemko Medan dalam hal ini Dinas TRTB. Karenanya, lanjut Parlaungan, Komisi D DPRD Kota Medan akan kembali melakukan pemanggilan terhadap Dinas TRTB karena Sekolah Nanyang masih membandel.

Rabu, 15 Juni 2011

Kolonel Inf Maludin Simbolon


Kolonel Inf Maludin Simbolon


Hari ini 15 Februari , tepat 52 tahun yang lalu sekelompok perwira menengah TNI AD bersama beberapa politisi mendeklarasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang Sumatera Barat. Pemerintah pusat segera bereaksi dengan mengirim pasukan untuk menumpas apa yang mereka sebut pemberontakan itu. Selama kurang lebih 3 tahun, terjadi peperangan sesama anak bangsa. Pemberontakan itu berakhir dengan pemberian amnesti dan abolisi terhadap pencetus dan pengikut PRRI tersebut.
Salah satu tokoh yang dianggap dalang pemberontakan itu adalah seorang perwira menengah TNI AD bernama Maludin Simbolon. Ketika itu ia perwira berpengaruh di sumatera khususnya Sumatera Utara. Ia menjabat panglima Tentara dan Teritorium (TT) I Bukit Barisan yang berkedudukan di Medan. Sebagai perwira didikan Jepang, ia juga cukup disegani oleh anak buah dan rekan-rekannya. Saat PRRI dideklarasikan, Simbolon secara de jure tidak menjabat panglima TT I Bukit Barisan lagi. Tapi, deklarasi itu tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Simbolon .
Maludin Simbolon lahir di Pearaja, Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara pada 13 September 1916. Tumbuh dan lahir ketika Zending Jerman masih bercokol di Tanah Batak membuat dia akrab dengan pendidikan Jerman.  Ia melanjutkan pendidikannya ke Pulau Jawa. Di sana ia menemukan jodoh yang berprofesi sebagai bidan bernama Paniyem.


















Maludin Simbolon lahir di Pearaja, Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara pada 13 September 1916. Tumbuh dan lahir ketika Zending Jerman masih bercokol di Tanah Batak membuat dia akrab dengan pendidikan Jerman.  Ia melanjutkan pendidikannya ke Pulau Jawa. Di sana ia menemukan jodoh yang berprofesi sebagai bidan bernama Paniyem.
Pada masa pendudukan Jepang, Simbolon mengikuti pendidikan militer untuk dipersiapkan menjadi pasukan sukarela Jepang, Giyugun ( Jika di Jawa bernama PETA). Setelah Indonesia merdeka, Kolonel Simbolon berjuang di teritorial komandemen Sumatera. Pasca Belanda mengakui kedaulatan Indonesia ia diangkat menjadi komandan TT Sumatera Utara (kemudian menjadi TT I Bukit Barisan) menggantikan Kolonel Alex Kawilarang.
Pada masa kepemimpinannya inilah terjadi banyak kemelut di negara yang baru saja berdiri termasuk di tubuh angkatan bersenjata . Salah satu kemelut yang terjadi adalah apa yang dikenal sebagai peristiwa 17 Oktober 1952. Peristiwa tersebut dilatarbelakangi oleh pertentangan 2 kubu di Angkatan Darat sendiri. Namun kemudian parlemen malah turut campur sehingga pimpinan AD Termasuk Simbolon di dalamnya menjumpai Presiden Sukarno dan mendesak beliau untuk membubarkan parlemen. Bung Karno tidak mau sebab dirinya bukan diktator. Peristiwa tersebut juga diwarnai dengan pengarahan moncong meriam ke istana oleh pasukan yang berada di luar.


Selain itu, naiknya PKI sebagi kekuatan politik pasca pemilu tahun 1955 juga merisaukan dirinya. PKI yang dianggap anti-Tuhan dinilai dapat membahayakan ideology negara. Tapi, TNI dan masyarakat antikomunis  tidak dapat berbuat banyak sebab pengaruh Bung Karno sangat besar untuk melindungi PKI.
Kemelut 17 Oktober 52, naiknya PKI hanyalah beberapa hal yang menyebabkan ketidakpuasan Simbolon dan teman-emannya kepada pemerintahan pusat. Yang paling berbahaya adalah adanya sentiment kedaerahan yang dibawa-bawa. Pusat dianggap tidak adil dalam ekonomi terhadap daerah. Padahal daerahlah yang paling banyak menyumbang devisa. Itu dialami juga oleh daerah yang merupakan komando Simbolon. Kondisi prajurit di wilayah komandonya juga sangat tragis. Asrama sangat tidak layak.  Tapi pemerintah pusat tidak bergeming sedikitpun.
Kondisi tersebut memaksa dirinya untuk mendapatkan pemasukan secara tidak halal. Salah satunya dengan mengadakan perdagangan barter hasil perkebunan dengan Singapura dan Malaysia. Tentu itu dilakukan secara diam-diam, sebab tentara tidak boleh berdagang secara langsung. Walaupun penyelundupan itu bisa menambah pemasukan bagi komandonya, akhirnya kegiatan itu muncul juga ke permukaan. Simbolon diperiksa dalam kegiatan yang dikenal sebagai penyelundupan teluk nibung itu.

http://wilnic.files.wordpress.com/2011/05/indo.jpg
Kolonel Dahlan Djambek (paling kiri), Burhanuddin Harahap, pemimpin Dewan Revolusi Ahmad Husein, Mr Sjafruddin Prawiranegara, dan Maludin Simbolon. Foto yang diambil Maret 1958 ini menunjukkan mereka sebagai pemimpin Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) berkedudukan di Bukittinggi, melawan rezim Soekarno.

Deklarasi PRRI
Melihat gelagat Simbolon itu, Akhirnya pada tahun 1956 Pemimpin AD mengganti Kolonel  Simbolon dengan Kolonel  Zulkifli Lubis. Tapi, serah terima jabatan tidak pernah dilakukan. Dalam masa itulah terjadi kemudian peristiwa yang merupakan cikal bakal berdirinya PRRI, yaitu reuni Divisi Banteng.
Letnan Kolonel Ahmad Hussein, komandan Resimen 4 yang berkedudukan di sumatera tengah (sekarang meliputi Sumbar dan Riau) mengadakan reuni bersama kawan-kawan seperjuangannya di Divisi Banteng ketika revolusi kemerdekaan dulu. Reuni tersebut diadakan di Padang. Tapi, reuni tersebut bukan reuni biasa. Reuni tersebut dilatarbelakangi keprihatinan atas situasi sosial politik .
Reuni itu menghasilakn keputusan antara lain: 1) Mendesak pemberian otonomi seluas-luasnya, 2) Pembentukan dewan banteng, 3) Penghapusan sistem pemerintahan sentralistik.  Kemudian Ahmad Hussein melaporkan hal tersebut kepada atasannya, Kolonel Simbolon. Di Medan, Simbolon medukung pendirian dewan banteng. Malah ia kemudian mendirikan Dewan Gajah. Tidak hanya itu, ia juga mengeluarkan keputusan pada tanggal 22 Desember 1956 yang tidak mengakui kabinet dan mengambil alih komando pusat oleh TT I BB.
Pemerintah pusat bukan tidak merespon kemelut daerah itu. Tapi, peristiwa penggaranatan Cikini terhadap Bung Karno pada 1957mengurungkan penyelesaian secara damai. Pada 10 Februari 1958 tokoh politik yang kebanyakan berasal dari Masyumi dan PSI serta perwira-perwira menengah seperti  Simbolon, Ahmad Hussein, Zulkifli Lubis mengadakan pertemuan di sungai dareh Sumatera Barat.
sungai 
dareh lingkar merah (portal.vsi.esdm.go.id)
sungai dareh lingkar merah (portal.vsi.esdm.go.id)

Pertemuan tersebut menghasilkan ultimatum yang berisi: 1) Presiden Sukarno mencabut mandat kabinet juanda paling lama 5 x 24 jam. 2) Menugaskan Bung Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk membentuk zeken kabinet. 3) Jika tidak maka akan diambil kebijakan sendiri. Tentu pusat tidak merespon ultimatum tersebut dan membebastugaskan Kolonel Simbolon dan kawan-kawan.
PRRI lalu dideklarasikan pada tanggal 15 Februari. Syafrudin Prawiranegara yang pernah memimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika agresi militer belanda II menjabat Perdana Menteri. Menlu dijabat oleh Simbolon, Menhan oleh mantan PM Burhanuddin Harahap, dan Sumitro Djojohadikusumo sebagai Menteri perhubungan. Segera setelah itu di Sulawesi Letnan Kolonel DY Somba menyatakan bergabung dengan PRRI lewat piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
Bukan Separatis
Jika kita perhatikan, “pemberotakan” Simbolon dan kawan-kawan itu bukanlah sebagai bentuk tindakan separatisme yang hendak mendirikan negara sendiri dan memecah-mecah NKRI. Apa yang dilakukan itu hanyalah bentuk rasa ketidakpuasan atas situasi politik yang berkembang. Naiknya PKI, pecahnya dwitunggal yang merupakan representasi Jawa-Luar Jawa turut memperburuk keadaan. Bung Karno nyaris tidak bisa berbuat banyak sebab Bung Karno hanya sebgai kepala negara bukan kepala pemerintahan. PRRI sendiri hanyalah pemerintahan, bukan negara. Karena itu tidak ada kepala negara PRRI. Mereka tetap mengakui Bung Karno sebagai Presiden.
Para tokoh PRRI juga bukan sembarang tokoh. Mereka bahu-mebahu memperjuangkan kemerdekaan RI. M. Natsir, Burhanuddin Harahap, Sumitro tidak diragukan lagi komitmennya. Mereka tidak ingin memecah NKRI. Ketika Simbolon didatangi agen CIA dan menyarankan untuk meledakkan ladang minyak Caltex supaya Amerika punya dalih untuk menerjunkan pasukannya ditolak oleh Simbolon. Dia tidak ingin Indonesia pecah seperti korea. Keterlibatan AS hanya sampai pada bantuan persenjataan saja. Hal itu dapat dibuktikan saat operasi tegas di Riau. Pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Benny Moerdani mendapati persenjataan Amerika di Bandara Simpang tiga yang belum dipakai.
Simbolon juga tidak hendak memfederalkan Indonesia. Ketika Natsir, Syafruddin, dan Burhanuddin Harahap mengajukan usul pendirian Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang federalistik agar mendapat dukungan lebih luas, Simbolon menolak sebab itu hanya akan memecah bedasarkan suku dan agama saja. Akhirnya solusi RPI digugurkan oleh Simbolon.

Sejumlah tokoh PRRI yang berunding di Sumatra Barat: Kol. Dahlan Djambek, Letkol Ahmad Husein, Mr. Burhanuddin Harahap, Kolonel Maludin Simbolon, Syafei, dll.


Akhir PRRI
Kisah PRRI tidak bertahan lama. Situasi politik sudah berubah. Bung Karno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945. Bung Karno menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Untuk mengakhiri PRRI, pemerintah menjanjikan abolisi dan amnesti bagi para pengikut PRRI yang kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Tokoh politik lebih dahulu menyerah. Simbolon sendiri menyerah pada 12 Agustus 1961 di Balige lewat upacara militer.
Penyerahan diri itu tidak lantas membebaskan mereka. Mereka tetap dihukum sebagai tahanan politik. 

Tokoh-tokoh PRRI yang mengadakan pertemuan di Sungai Dareh pada bulan Januari 1958:
Kolonel Dahlan Djambek, Kolonel Maludin Simbolon, Letkol Ventje Sumual, Letkol Barlian, Letkol Ahmad Husein.


Masyumi dan PSI dibubarkan lantaran banyak tokoh mereka terlibat PRRI. Bahkan nama mereka tidak pernah direhabilitasi walaupun Orde lama tumbang tahun 1966.
Kita tidak berharap kejadian 52 tahun itu terulang kembali. Beberapa impian mereka dulu sakarang sudah terealisasi. Indonosia sudah menganut sistem desentralisasi yang memberikan otonomi seluas-luasnya kepada daerah. Terucap kata-kata Simbolon di makam sisingamangaraja XII ketika hendak menyerah, “Nunga mulak be hami opung di bagasan hahorason, ala asi ni roha dohot holong-Ni Tuhan pardenggan basa i ( Sudah pulang kami opung dengan selamat, hanya karena kasih dan karunia Tuhan Mahakasih.” Semoga Bangsa ini dalam selalu dalam lindungan-Nya!


Sabtu, 11 Juni 2011

Perwira ‘Penerima Setoran’ akan Diperiksa dari Polres Binjai


Kepala Kepolisian RI Timor Pradopo

Kapolres Binjai AKBP Dra Rina Sari Ginting hingga kemarin (7/6) masih membantah empat Kapolsek dan sejumlah Kanit di jajaran Polres Binjai menerima amplop setoran judi. Menurutnya, amplop tidak ada sampai ke tangan anggotanya sehingga dia tidak mengakuinya. Sementara, Direktorat Poldasu sudah menyita seluruh barang bukti termasuk 22 amplop yang sebagian ditujukan kepada para pejabat Polres Binjai itu.
“Kenapa saya selalu masih mengelak? Sebab, selama ini amplop itu dikabarkan sudah sampai di tangan anggota. Sementara, amplop itu masih di tangan para tersangka,” ujar Dra Rina Sari Ginting via selulernya, kemarin (7/6).



Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Irjen Pol Wisnu Amat Sastro

Kapolres menegaskan, pihaknya tidak mau terburu-buru mengekspos dugaan perwira di jajaran Polres Binjai menerima upeti dari bandar judi togel Binjai. “Kalau sudah ada hasil pemeriksaan (dari Dit Propam Poldasu, Red), barulah kita ekspos. Kita juga tidak bisa langsung memvonis bahwa itu diterima oleh anggota saya,” ujarnya.
Menurut Kapolres, bisa saja para terangka yang sudah diamankan menulis nama-nama perwira di jajaran Polres Binjai tanpa sepengetahuan perwira yang bersangkutan. “Tersangka itu bisa saja menulis nama siapa saja. Itu makanya, masih perlu pembuktikan,” bilangnya.
Mengenai sanksi, Kapolres memastikan, siapa pun tidak akan luput dari sanksi bila perwira yang bersangkut terbukti menerima upeti.  Rina Sari meminta media massa tidak membesar-besarkan berita judi dan dugaan perwira menerima upeti dari bandar judi togel. “Semua ini hanya pemberitaan yang selalu membesar-besarkan. Yang jelas, kalau dituding anggota saya menerima, saya tetap menyangkal,” ujarnya.
Terkait Acien yang dikabarkan lari ke Malaysia, ia dan jajaran Polres Binjai berjanji akan terus memburu pelaku. “Acien sudah menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO), dan akan terus dikejar sampai dapat,” kata wanita berpangkat dua melati itu.

Lambang Kepolisian RI




Disinggung pengejaran terhadap bandar judi berinsial A, Kapolres mengakui, bahwa kasus ini belum sampai terhadap bandar judi tersebut. “Keterlibatan bandar lainnya akan kita kembangkan setelah Acien berhasil diamankan,” terang Kapolres.
Menurut Rina Sari, nama A belum terungkap dari pemeriksaan para saksi.  “Kalau bandar berinisial A itu belum ada terucap dari tersangka-tersangka yang kita amankan,” tukas Rina.
Sementara, informasi keterlibatan anggota polisi yang bertugas di jajaran Polres Binjai menerima suap dari pembiaran praktik judi, ditindaklanjuti Kapoldasu Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro dengan instruksi mendalami informasi tersebut. Kapolda berjanji akan mengambil tindakan tegas bila terbukti ada anggotanya menerima suap dalam pembiaran praktik judi di wilayah Binjai.







  •         Poldasu

    “Beliau memerintahkan untuk mendalami penyelidikan keterkaitan anggota yang menerima suap setoran judi. Bila terbukti, akan ditindak tegas,” ujar Kabid Humas Poldasu AKBP Raden Heru Prakoso, kemarin.
    Terkait hal itu, petugas Direktorat Profesi dan Pengamanan (Propam) Poldasu sudah turun dan melakukan penyitaan seluruh barang bukti yang diamankan tim khusus Polres Binjai pada saat penangkapan para pelaku praktik judi.
    Barang bukti yang disita, diantaranya 22 amplop beruliskan nama pejabat utama Polres Binjai, empat Kapolsek dan Kanit Reskrimnya serta uang tunai. “Propam sudah menyita amplop dan uang sebagai barang bukti,” ucapnya.
    Menurut Heru, pengakuan dari ketiga tersangka yang diperiksa tim khusus bentukan Kapolres Binjai, tersangka mengaku sudah dua kali memberikan setoran tersebut kepada para perwira di jajaran Polres Binjai. “Tetapi tersangka tidak mengenal wajah dari kapolsek (dan perwira) dimaksud. Dia hannya tahu namanya yang kemudian akan dititip kepada seorang anggota polisi,” cetus Heru lagi.


    Wanita Pertama Kapolres di Sumut
     Kepala Kepolisian Resort Kota Binjai AKBP Rina Ginting

    Dengan demikian, Propam Poldasu akan memeriksa para perwira yang namanya tercantum di amplop tersebut. “Nama yang tertera di amplop akan didalami juga di pemeriksa,” ungkapnya.Terkait keberadaan tim khusus, mantan Wadir Lantas Poldasu ini melihat pembentukannya sebagai apresiasi Kapolres atas instruksi Kapolda untuk tegas dalam memberantas judi. “Tim dibentuk supaya maksimal bekerja, sedangkan anggota yang lama sudah tidak maksimal lagi bekerja,” beber Heru yang kemudian beranjak karena dipanggil Kapolda untuk rapat rutin.
    Mengenai rencana pemanggilan 22 perwira Polres Binjai oleh petugas Dit Propam Polda, Kapolres Binjai AKBP Dra Rina Sari Ginting megaku belum mendapat kabar. “Belum ada peberitahun kepada saya. Ya sudahlah, kalau mau menulis, tulis saja, tapi jangan tuduh anggota saya sudah terima ya,” kata Kapolres.
    Sementara itu, pantauan Sumut Pos di Polres Binjai, suasana tampak lebih tegang dari biasanya. Tim dari Dit Propam Poldasu terlihat yang sudah beberapa hari berada di Mapolres Binjai, terlihat mencari bukti-bukti otentik dugaan keterlibatan puluhan perwira polisi yang menerima upeti dari bandar judi togel.
    Bahkan, banyak dari oknum polisi di Polres Binjai, bertanya-tanya kepada para wartawan lainnya, atas pemberitaan yang selama ini diterbitkan. Hal itu dilakukan oknum polisi, guna mengetahui siapa orang yang telah menulis pemberitaan tersebut.

    Kupon judi di Kota Binjai Bola Tangkas

    Seorang oknum polisi berinisial R sempat bertanya kepada salah seorang wartawan yang bekerja di media elektronik. R memperlihatkan ekspresi berang atas pemberitaan yang selama ini diterbitkan oleh media cetak.
    Adanya dugaan beberapa oknum perwira di jajaran Polres Binjai menerima uang suap dari bandar judi togel berinisial A tampaknya akan terkuak. Namun akibat pemberitaan ini membuat seorang oknum polisi berinisial R yang bertugas di Polres Bijai merasa gerah. Bahkan pria yang disebut-sebut ajudan Kapolres Binjai ini mencoba mencari tahu siapa orang yang telah membuat pemberitaan tersebut.

    Hal itu terjadi ketika wartawan Koran ini mencoba mencari tahu sejauh mana perkembangan kasus ini ditangani pihak Polres di Mapolres Binjai. Tiba-tiba datang sebuah mobil Hoda Jazz berwarna hitam.
    Mobil yang ditumpangi dua pria tersebut lalu berhenti tepat berada di depan wartawan yang kebetulan berada di daerah tersebut. Dengan nada agak berang, ia mencoba menayakan keberadaan orang yang telah membongkar kasus suap-meyuap ini.
    “Siapa yang buat berita di itu, yang mana orangnya?” Tanya oknum polisi tersebut sembari melihat satu per satu para wartawan yang sedang duduk-duduk di bawah sebuah pohon.