Minggu, 12 Maret 2017

LSM Rakyat Beramanat: KPK Jangan Takut Membongkar Korupsi Di PTPN 4

  Hasil gambar untuk SYAHRUL AMAN SIREGAR humas ptpn 4
Medan (Paraja tv)
LSM Rakyat Beramanat minta KPK Segera tangkap dalng koruptor Komisi pengadaan dan pemasangan 29 unit mesin ekspeller first oil dan 25 unit ekspoller second oil pressing, renovasi dan modifikasi mesin ekspeller di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV, yang merugikan negara mencapai Rp 50 miliar di tahun anggaran 2009 tersebut.kata Aris Tarigan menimpali

Menurut Aris  tidak ada alasan bagi KPK untuk mengulur waktu penyelidikan di perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Penanganan kasus ini dibutuhkan lebih cepat dilakukan agar pihak yang dilaporkan tidak menghilangkan barang bukti. Penyelidikan ini dapat diawali dengan melihat perbandingan harga pembelian  mesin tersebut.

"Tidak sulit untuk mengungkap kasus korupsi tersebut. Lihat perbandingan harga yang dijual dari distributor perusahaan mesin ekspeller. Perbandingan harga ini bisa membuktikan indikasi korupsi di PTPN IV tersebut. Bukan rahasia umum lagi, pembengkakan harga pembelian barang dalam proyek di PTPN, memang sudah sering terjadi," katanya.

Menurutnya, lembaga antikorupsi lebih baik untuk mengusut kasus dugaan korupsi di PTPN IV tersebut. Lembaga ini diharapkan lebih cepat menangani kasus ini agar tidak didahului oleh Polri maupun Kejaksaan. Sebab, masyarakat lebih meyakini jika penanganan kasus itu oleh KPK. Selain itu, sering terjadi toleransi penanganan kasus dugaan korupsi jika ditangani Polri dan Kejaksaan.

Sebelumnya, Forum Komunikasi Lintas Lembaga Sumatera Utara (Forkaliga Sumut) melaporkan  PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV ke KPK, atas tuduhan  melakukan korupsi dalam proyek pengadaan dan pemasangan 29 unit mesin ekspeller first oil pressing dan 25 unit ekspoller second oil pressing, renovasi serta modifikasi mesin ekspeller, sehingga negara mengalami kerugian yang ditotal mencapai Rp 50 miliar di anggaran tahun 2009.

"Modifikasi mesin ekspeller tersebut rencananya untuk meningkatkan rendemen palm kernel oil (PKO) dari 43 persen menjadi 45 persen di unit Pabatu. Namun, realisasi rendemen harian hanya berkisar 40 persen sampai dengan 41 persen. Bukan meningkat namun sama sekali tidak mencapai target," ujar pendiri Forkaliga Sumut, Budi Dharma.

Didampingi Sohib selaku Direktur Forkaliga Sumut, Budi mengatakan, ada indikasi penggelembungan dana dalam pembelian mesin ekspeller first oil pressing dan ekspoller second oil pressing tersebut. Penggelembungan harga ini terungkap setelah pihaknya melakukan pengecekan atas harga mesin yang dimaksud. Penggelembungan harga itu di atas empat kali lipat dari harga sebenarnya.

"Harga satuan mesin ekspeller pada surat perjanjian berkisar Rp 305 juta untuk setiap unitnya. Namun, setelah kami cek di harga pasaran, harga mesin ekspeller tersebut sekitar Rp 70 juta dan ditambah ongkos pengiriman sekitar Rp 10 juta. Total dana pembelian mesin tersebut seharusnya sekitar Rp 80 juta. Artinya, selisih harga dari perjanjian tersebut, berkisar Rp 225 juta," uangkapnya.

Direktur Forkaliga Sumut, Sohib menambahkan, kerugian negara dari pembelian mesin ekspeller tersebut, jika ditotal dari pembelian 54 unit mesin, keuntungan dari pihak yang menyelenggarakan proyek tersebut, utamanya Direktur Utama PTPN IV masa kepemimpinan Dahlan Harahap, bersama Direktur Produksi Balaman Tarigan, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Haslan Saragih, terhadap PT Sinar Indo Pelita, mencapai Rp 12,15 miliar.

"Kerugian dari PTPN IV akibat tidak tercapainya rendemen setelah mesin rendemen terpasang, dengan target rendemen sekitar 45 persen, dikurangi rendemen hanya tercapai 41 persen, hanya sekitar empat persen. Artinya, pengolahan untuk setiap harinya yang sekitar 400 ton setiap harinya dikali 365 hari, dan dikalikan harga rata - rata minyak PKO sama dengan Rp 36,5 miliar. Sehingga, total kerugian negara dari perusahaan di bawah naungan badan usaha milik negara (BUMN) tersebut, mencapai Rp 50 miliar," jelasnya.

Menurutnya, target produksi yang tidak memadai tersebut membuat PT Sinar Indo Pelita, sebagai perusahaan pemenang proyek berkat kepiawaian Hadi Burhan dan Hadiyanto alias Aseng, yang berkantor di Jl Timor Baru Medan. Mereka diduga bekerjasama dengan Dahlan Harahap, Balapan Tarigan dan Haslan Saragih, sebagai pengendali proyek di PTPN IV, untuk memalsukan kop surat pendukung dari perusahaan Muar ban Lee Sdn, Bhd, yang berkedudukan di Malaysia.

"Pihak yang disebutkan di atas tadi adalah sebagai orang paling bertanggungjawab atas kerugian negara tersebut. Mereka harus diproses oleh aparat penegak hukum, baik itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri maupun Kejaksaan. Tergantung pada institusi mana yang duluan melakukan pengusutan. Ada kasus korupsi lain yang juga terjadi di PTPN IV, kami tengarai telah merugikan negara mencapai miliaran. Kasus ini juga terjadi ketika mereka masih menjabat," sebutnya. (umar)

Poldasu Kalah Prapid Di PN Medan


Hasil gambar untuk poldasu

Medan (Pearajatv)
Dalam  sidang praperadilan Poldasu kalah Prapid atas permohonan Tono alias Asia, warga Rantauprapat, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) dan keluarga berancana (KB) senilai Rp 23 miliar pada tahun anggaran 2012 di Labuhanbatu Selatan (Labusel).
Majelis hakim PN Medan, Jumat (18/10), mengabulkan permohonan praperadilan Asia. Di dalam amar putusan yang dibaca majelis hakim tunggal, L Sinurat, dinyatakan penahanan, penangkapan dan penyitaan harta-benda pemohon oleh termohon praperadilan (Poldasu) tidak sah.

Di persidangan yang dihadiri kuasa hukum pemohon, Tjang Sun Sin, Arifah dan Mahadi, majelis hakim dalam amar putusannya juga menyatakan alasan termohon menetapkan status tersangka terhadap pemohon secara fakta hukum tidak bisa dibenarkan.Dijelaskan majelis hakim, dalil hukum yang disertakan terhadap pemohon tidak bisa dibuktikan dan hanya berdasarkan hasil penelusuran adanya hubungan pengiriman dana antar kedua belah pihak.

Selain itu, majelis hakim berpendapat berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan dalan sidang praperadilan tidak satu pun menyatakan keterlibatan pemohon dalam proyek pengadaan alkes di Labusel. Saksi Irwan Rambe selaku admin di LPSE, tegas menyatakan nama pemohon tidak tercantum sebagai peserta tender dan tidak ada diterakan di dalam penandatanganan kontrak kerja.

Hal lainnya, menurut majelis hakim, berdasarkan keterangan saksi Dewi yang merupakan istri pemohon, antara pemohon dengan Johan Tancho (tersangka) sebagai pemenang tender merupakan sahabat lama dan sering pinjam-meminjam uang.Majelis hakim juga berpendapat, pengiriman uang yang dilakukan pemohon sejumlah Rp 2.250.000.000 tidak terbukti berhubungan dengan kegiatan pengadaan alkes dan murni merupakan pinjam-meminjam.

Kuasa hukum pemohon, Tjang Sun Sin, Arifah dan Mahadi, kepada wartawan mengatakan akan membawa salinan putusan itu ke Mapoldasu agar pemohon segera dikeluarkan dari rumah tahanan.Sedangkan kuasa hukum Poldasu, Bambang, hanya mengatakan akan melaporkan putusan siding praperadilan itu ke pimpinan. (ina)

Rabu, 15 Februari 2017

DPRD Sumut :Akan Segera Memangil Kapoldasu soal lima Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas Pendidikan (Disdik) Tanah Karo Belum Diteteapkan Tersangka



Hasil gambar untuk KAPOLDASU
Kapoldasu Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel

Medan(Pearaja TV)
Anggota  DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengungkapkan bahwa DPRD Sumut akan segera mengagen-dakan pertemuan dengan Kapolda Sumut, Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel untuk meminta klarifikasi atas kasus -Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sumut hingga satu bulan lebih pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap lima Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas Pendidikan (Disdik) Tanah Karo atas dugaan korupsi Unit Pembangunan Sekolah Baru (USB) TA 2016, belum juga mampu menetapkan status hukum para oknum PNS tersebut.


"Keterangan Kapolda perlu untuk kami dengar, sebab kasus ini sudah jadi menghangat. Ada baiknya memang polisi melakukan OTT itu, sehingga ada rasa takut bagi kalangan birokrasi untuk tidak melakukan hal-hal yang justru merugikan rakyat. Namun jangan pula kewenangan itu dijadikan sebagai ajang kepentingan tertentu," ujar Sutrisno, Kamis (09/02/2017).

Contohnya, sambung politisi PDI Perjuangan ini, kasus OTT lima PNS Disdik Karo yang dinilainya sangat aneh dan mengeluarkan aroma yang tidak sedap. "Aroma kasus ini lain, sebab ada barang bukti yang disita. Tapi tidak ada orangnya, ada OTT tetapi orang yang di OTT itu juga tidak ada. Itu sangat aneh dan perlu ada klarifikasi, apakah bisa ketika seseorang membawa uang dalam jumlah besar lantas uang itu dijadikan barang bukti. Sedangkan pemilik uang itu tidak dijadikan sebagai tersangka,"(Oto)

Senin, 13 Februari 2017

Para Pedagang Bandar Sabu Aman di Pinang Baris


Image result for bandar sabu di sunggal

Medn (Pearaja)
Bandar  Sabu aman  dari tangkapan polisi di pinag baris tepatnya di gang wakaf dua dia tinggal dirumah sewa H Keling ada yang bernama Niko ,Jol Karo .Begitu pula di gang bersama .Para bara Bandar ini sudah sangat meresahkan warga .warga berharap aparat kepolisian segera menagkap para Bandar tersebut .Ada berita beredar para Bandar ini dilindungi oleh mantan oknum polisi yang berpangkat Kompol .

Ada judi Dindong di Pinang Baris .




 
 Medan (Pearaja)
Biasanya kalau Anggota TNI kerjanya menjaga keamanan Negara tapi lain pula dengan  oknum  TNI Bernama Komar Sudah jarang masuk kantor di Kodam I/ BB eh malah buka judi dindong pula di pinag baris menurut warga  Kodar punya tiga mesin judi jetpot  yang lokasinya dekat rumah mantan ketua DPRD Sumut H.Ali Jabar Napitupulu .Menurut cerita judi tersebut tidak pernah di gerek Polsek sunggal karena sudah ada setoran sama panit reskrim katanya bermarga manik (Uc)

Iyus Kepeng Jual Togel di jalan seroja dilindungi Polsek Sunggal




 Image result for jual togel
Medan (Pearaja)
Aneh-aneh saja kerja orang sekarang kalau tidak punya kerja malah jual togel begitu lah yang dilakukan iyus kepeng warga sunggal jalan seroja gang melati yang menjual togel di Jalan seroja tepat di kede Kopi Jalodot didepan perumahan citra seroja.
Menurut warga omsetnya satu harai sudah mencapai Rp 2 juta setaip putara dan judi togel ini buka hari senin,kamis ,sabtu ,minggu .Dulu ia pernag ditangkap tapi segera dilepas oleh polsek sunggal tanggal 20 januari 2017 katanya dia dikawal oleh panit polsek sunggal bermarga manik

Minggu, 12 Februari 2017

Di Kota Tanjung Pura Sabu di Jual Bak Kacang Goreng



 Image result for kapolsek tanjung pura
Tanjung Pura (KN)      
Memberantas narkoba tidaklah muda seperti membalik telapak tangan tapi memang harus dilakukan seperti di kota tanjung pura berkali-kali aparat kepolisian menagkap para gembong narkoba baik jenis ganja maupun jenis sabu tapi begitu ditangkap gembong yang lain bermunculan .
Seperti sekarang ini salah satu Bandar sabu di kota Tanjung Pura di jalan Kapten Pattimura dengan inisial Agus pengkor yang menjual sabu dan ganja bak seperti kacang goreng saja pantawan wartawan media ini ketika baru baru ini turun ke Kota Tanjung Pura tepatnya di dekat jembatan baru kota tanjung pura .
Para pasian Bandar tersebut banyak berdatangan dari laut melalui sungai batang serangan kemudian mereka menuju ke jalan Kapten Pattimura menjumpai sang Bandar membeli narkoba kemudian kembali melalui sungai batang serangan menuju laut sangat diharapkan pihak kepolisian segera memberantas jaringan narkoba di kota tanjung pura 
Masyarakat pernah melaporkan ke PM kata pihak PM sudah bosan masalah ini .
Padahal jarak kantor kapolsek dan kantor koramil tanjung pura kurang lebih hanya satu km dari jalan kapten Pattimura kota tanjung pura loh (Saipol)

Rabu, 01 Februari 2017

Polda Sumut Serobot Lahan PT Sianjur Resort 7 ha Untuk Lahan Parkir


 Hasil gambar untuk akbp mp nainggolan
Medan(Pearajatv)
Penyerobotan lahan tanah seluas kebih kurang 7 hektar milik PT Sianjur Resort, pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara dianggap telah melakukan kesewenang-wenangan menguasai secara sepihak dan tanpa hak tanah. Polda Sumut juga dianggap dengan cara paksa dan tan izin pemilik lahan yang sah telah melakukan pembuatan pagar tembok serta mendirikan bangunan dan lahan parkir Polda Sumut. Persoalan yang disebut-sebut ada perampasan itu disampaikan oleh sejumlah elemen mahasiswa kepada wartawan ketika mendatangi lahan parkir yang persis berada di belakang gedung Mapolda Sumut, Kamis (19/1).
“Didasari permasalahan penyerobotan lahan milik PT Sianjur Resort tersebut, kami selaku bagian masyarakat sangat prihatin dan mengecam tindakan insitusi Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut), kata perwakilan elemen mahasiswa dari Lumbung Informasi Rakyat Sumatera Utara (LIRA Sumut), Ahmad Ibrahim. Didampingi pengurus Posko Perjuangan Rakyat Sumatera Utara (Pospera), Liston Hutajulu dan Lembaga Bantuan Hukum Unika, Jadugur Gultom, Ibrahim menyebut perampasan atau pengambilan harta orang lain adalah salah satu bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 39 tahun 1999 Pasal 36 ayat (1) dan (2) Jo Pasal 37 Tentang HAM.
Menurut dia, PT Sianjur Resort merupakan pemilik lahan seluas 7 hektar yang digunakan Polda Sumut sebagai lokasi parkir sejak 2003 lalu, dikuatkan dengan lima perkara putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) dan telah dilakukan pelaksanaan eksekusi putusan oleh pengadilan.
“Tetapi wajah kelam penegakan hukum terjadi pada sekitar Mei 2016. Polda Sumut saat itu dipimpin Irjen Pol Raden Budi Winarso dan Waka Polda Brigjen Adhy Prawoto diduga telah mengambil alih lahan milik PT Sianjur Resort secara paksa dengan merusak tanaman dan lahan pertanian di atasnya,” sebut Ahmad Ibrahim.
Lanjutnya, masalah ini sudah pernah disampaikan ke Polda Sumut secara kekeluargaan, namun tidak mendapatkan solusi yang baik bagi PT Sianjur Resort.
Karena itu, jika terus berlarut, tegas Ibrahim, pihaknya akan menghempang pintu masuk ke lahan parkir Polda Sumut (belakang). Mereka menyatakan siap menanggung resiko dari dampak ketegasan tersebut.
“Kami sudah siap dengan segala sesuatunya. Kami akan pasang
portal di pintu masuk ke lahan parkir itu karena merupakan milik PT Sianjur Resort,” tegas Liston Hutajulu menimpali.(Bomen)

Rabu, 25 Januari 2017

Kamaluddin Harahap meminta majelis hakim untuk memproses hukum semua kaki tangan mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho yang memberi suap kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut.



 Hasil gambar untuk randiman tarigan
Medan(Pearaja)
Mantan Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, Kamaluddin Harahap meminta majelis hakim untuk memproses hukum semua kaki tangan mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho yang memberi suap kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut. Permintaan itu disampaikan terpidana yang divonis 4 tahun 8 bulan ini pada persidangan di Ruang Cakra I Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (23/1) malam.

 Dalam sidang itu, Kamaluddin memberi kesaksian atas kasus dugaan suap terhadap pimpinan dan anggota DPRD Sumut sebesar Rp 61,8 miliar dengan terdakwa Gatot Pujo Nugroho. “Yang mulia majelis hakim, saya pikir Pak Gatot tidak langsung memberikan suap kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut. Saya minta kepada yang mulia untuk memproses hukum pemberi suap,” pinta Kamaluddin. Mendengar itu, para pengunjung sempat tertawa. 

Namun permintaan tetap direspon majelis hakim yang diketuai Didik Setyo Handono. “Itu urusan jaksa,” ucap Didik. Kaki tangan Gatot yang memberi suap seperti dimaksud Kamaluddin adalah Nurdin Lubis (mantan Sekdaprovsu), Randiman Tarigan (mantan Sekretaris DPRD Sumut), Ali Nafiah (Bendahara DPRD Sumut), Ahmad Fuad Lubis (mantan Kabiro Keuangan Pemprovsu) dan Baharudin Siagian (Kadispora Sumut).

 Dalam persidangan, Chaidir Ritonga selaku Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 mengaku tidak pernah menerima uang ketok secara langsung. Urusan keuangan, ia mempercayakan kepada ajudannya, yakni Agus Andriansyah. “Saya hanya menerima uang, apa itu uang ketok atau uang resmi itu melalui ajudan saya bernama Agus Andriansyah,” ujar pria yang divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus yang sama itu. 

Setelah menjalani persidangan, Chaidir baru mengetahui bahwa uang yang diterima dari Ali Nafiah sebesar Rp545 juta itu adalah uang ketok untuk pengesahan LKPJ 2012, APBD 2013, LKPJ 2013, APBD 2014 dan uang sirup. “Sudah diakui oleh ajudan saya bahwa uang yang dimaksud adalah uang ketok. Itu dari tahun 2012-2015. Tidak memakai tanda terima, karena sudah menjadi tradisi anggota DPRD seluruh Indonesia,” jelasnya seraya menyatakan bahwa ia telah mengembalikan uang Rp125 juta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 Saksi lain, Sigit Pramono Asri yang juga Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 menyebutkan, tidak mengetahui persis uang ketok dari Ali Nafiah. Ia mengaku hanya meminjam uang Rp40 juta ke Randiman Tarigan dan diberi oleh Ali Nafiah pada Agustus 2013. “Saya waktu itu mau berangkat haji. Saya tidak ada terima yang mulia (uang ketok). Yang kedua, saya pinjam sama Sekwan pada November 2013 sekitar Rp50 juta. Pinjaman itu tidak ada tanda terima,” sebut pria yang juga divonis 4 tahun 6 bulan penjara ini.

 Senada, Kamaluddin Harahap juga membantah telah menerima uang ketok. Pria berjenggot ini menerangkan, Randiman Tarigan pernah menyampaikan ke dirinya kalau ada dana dari eksekutif untuk mempengaruhi anggota dewan. “Saya tidak ada menerima hadiah atau uang ketok pada tahun 2013 dan 2014, kecuali hak saya sebagai anggota dewan. Saya gak tau ada dana bergulir di DPRD Sumut. Pernah saya minjam uang Rp240 juta ke Ali Nafiah. Selain itu gak ada lagi,” terang Kamaluddin.

 Sementara itu, Budiman Pardamean Nadapdap selaku anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 menjelaskan, untuk pengesahan LPJP tahun 2012, ia mendapat uang ketok sebesar Rp20 juta pada November 2013 dari Ali Nafiah. Untuk pengesahan P-APBD 2013, lanjutnya, ia mendapat Rp40 juta. “Pada akhir Januari 2014 setelah pengesahan APBD 2014, saya mendapat Rp75 juta. Pada Februari 2014, saya dapat 10 ribu dolar Singapura atau Rp90 juta dari Baharudin Siagian. Ada Rp50 juta beberapa kali pada tahun 2014, sehingga totalnya Rp800 juta,” jelasnya.

 Guntur Manurung selaku anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 mengungkapkan, total uang ketok yang ia terima sebesar Rp205 juta dan sudah dikembalikan seluruhnya ke KPK. Ia merincikan, untuk pengesahan LPJP tahun 2012, dirinya menerima Rp12,5 juta pada tahun 2013 dari Ali Nafiah. Untuk persetujuan P-APBD tahun 2013, ia terima Rp10 juta. Februari tahun 2014, ia menerima lagi sebesar Rp50 juta untuk persetujuan APBD 2014. “Pada Oktober 2014, saya terima Rp50 juta dari Chaidir Ritonga. Dari Ahmad Fuad Lubis saya juga terima Rp80 juta untuk persetujuan APBD 2015. Sebenarnya sudah tupoksi kami untuk pengesahan LPJP, LKPJ dan APBD. Tapi karena mereka (Pemprov Sumut) memberi, kami menerima,” ungkapnya. Muhammad Afan selaku Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 dan anggota DPRD Sumut 2014-2019 juga mengakui telah terima uang ketok. Pada tahun 2013, ia terima Rp40 juta dan akhir tahun 2013, ia terima lagi Rp50 juta dari Ali Nafiah. “Setelah di persidangan, saya baru tau kalau uangnya untuk pengesahan LPJP 2012 dan P-APBD 2013. Sedangkan pada Januari sampai Juli 2014, saya terima Rp75 juta, Rp100 juta, Rp5 juta hingga totalnya Rp380 juta,” urainya. Sedangkan 

Parluhutan Siregar selaku anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 mengaku ia menerima uang ketok yang keseluruhannya mencapai Rp403 juta selama 5 tahun. Pada akhir 2013, ia menerima Rp20 juta untuk pengesahan LPJP 2012 dan Rp40 juta untuk P-APBD 2013 dari Ali Nafiah. “Pada awal Februari sampai April 2014, saya terima lima kali yakni Rp25 juta, Rp50 juta, Rp50 juta, Rp100 juta dan Rp5 juta. Pada tahun 2015, saya terima dua kali yakni Rp50 juta dan Rp49,5 juta,” pungkasnya.

 Saksi lain, Bustami HS selaku anggota DPRD 2014-2019 menjelaskan, dirinya menerima uang ketok yang seluruhnya mencapai Rp495 juta dan sudah dikembalikan ke KPK. Keseluruhan uang itu untuk persetujuan LPJP 2012, P-APBD 2013, APBD 2014, LPJP 2014, LPJP 2015 dan menolak interpelasi 2015. “Saya terima dari Ali Nafiah sebesar Rp277,5 juta. Pertama Rp12,5 juta untuk LPJP tahun 2012, kedua Rp15 juta untuk APBD 2013 dan APBD 2014 sebesar Rp250 juta. Dari Zulkarnaen atau Zul Jenggot sebesar Rp100 juta untuk persetujuan APBD tahun 2015,” jelasnya. 

Selain ke delapan saksi ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Ariawan dan kawan-kawan juga mengkonfrontir keterangan dengan menghadirkan Nurdin Lubis, Randiman Tarigan, Ali Nafiah, Baharuddin Siagian dan Zulkarnaen alias Zul Jenggot. Usai sidang, Kamaluddin kepada wartawan mengaku keberatan hanya Gatot sama pihak eksekutif yang diproses hukum. “Padahal yang memberi suap itu bukan Pak Gatot. Kami meminta kepada majelis hakm agar Nurdin Lubis, Randiman Tarigan, Baharudin Siagian, Ahmad Fuad Lubis dan Ali Nafiah juga diproses hukum,” jelasnya. Untuk keterangan Ali Nafiah dipersidangan, 

Kamaluddin akan mengadukannya ke pihak Kepolisian karena diduga sudah melakukan pembohongan atau rekayasa. “Kami sudah siapkan pengacara. Kalau pun Gatot divonis bersalah, tapi saya minta dalam putusan dia terbukti melakukan suap bersama-sama dengan Nurdin Lubis, Randiman Tarigan, Baharudin Siagian, Ahmad Fuad Lubis dan Ali Nafiah,” katanya.