PAHAE-Gempa dengan skala kecil masih sering terjadi. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Sumut mencatat, gempa susulan pada Rabu (15/6) sudah mencapai 16 kali.
Meski kekuatannya tidak sama dengan gempa sebelumnya, warga khawatir akan terjadi gempa susulan yang lebih dahsyat. Warga yang rumahnya rusak belum berani memperbaiki rumah, apalagi bermalam di rumah. Sebagian besar dari mereka bertahan di tenda-tenda darurat yang mereka dirikan di depan rumah masing-masing. Sementara pihak pemerintah daerah melakukan pendataan penduduk dan kerusakan dan mendirikan posko untuk korban gempa.
Di sejumlah pemukiman penduduk di Kecamatan Pahaejae, Kabupaten Tapanuli Utara, kegiatan sehari-hari dilakukan di tenda-tenda darurat. Berman Aritonang (46), warga Sarulla, Pahaejae, membawa keluarganya bermalam di tenda yang dia dirikan di halaman rumah, bersama tiga kepala keluarga lainnya.
Mereka senang tidur berdesak-desakan, untuk menghindari dinginnya cuaca malam hari.
“Kami terpaksa tidur seperti ini. Kalau di rumah, takutnya rubuh dan menimpa kami semua,” ujar Berman kepada METRO TAPANULI (grup Sumut Pos), Rabu (15/6) saat ditemui di tenda darurat.
Saat melakukan wawancara, gempa kecil terjadi sekitar pukul 11.15 WIB. Gempa-gempa susulan seperti itu masih kerap terjadi.
Layaknya seperti rumah, tenda juga sekaligus berfungsi sebagai dapur dan tempat melakukan aktivitas sehari-hari. Mereka tidak lagi masuk ke dalam rumah, sebab khawatir terjadi sesuatu yang menimpa diri mereka.
Berman berharap kunjungan pejabat pemerintah daerah tidak terpusat pada satu titik saja. “Kerusakan akibat gempa merata dialami warga Pahae Jae. Kami ingin para pejabat ini mengunjungi kami dan mendengar langsung apa keluhan kami. Jangan lah tinjauan ke lokasi gempa hanya di Dusun Gultom saja,” ujarnya.
Warga Desa Sarulla juga kekurangan air. Mereka sengaja berjalan berkilo-kilo meter untuk memperoleh air bersih untuk masak dan minum. Untuk keperluan mandi, cuci dan ke toilet (MCK), warga memanfaatkan air parit.
Di Desa Nahornop menjadi wilayah terparah mengalami dampak gempa. Ratusan korban saat ini kondisinya memprihatinkan. Selain kekurangan bahan makanan, korban gempa juga kesulitan air bersih. Sumber air bersih di bak-bak umum maupun air yang langsung ke rumah-rumah warga mati total akibat terputusnya jaringan pipa air.
Bantuan air mineral yang diberikan sore hari, harus diperoleh dengan mengantre. Puluhan anak dan orang tua sambil membawa wadah tempat air seperti ember, menanti jatah bantuan yang dialirkan dari satu unit mobil tangki air bersih yang didatangkan dari Tarutung.
Warga juga kekurangan selimut, apalagi saat tinggal di tenda-tenda di wilayah dingin dan cuaca ekstrim dengan ketinggian antara 1200 hingga 1300 meter bahkan lebih, di atas permukaan laut (dpl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar